Microsoft Disebut Mencurangi Klien Luar Negeri

Addiction.id-Jakarta Mantan manajer Microsoft Yasser Elabd menuduh bahwa Microsoft memecatnya setelah dia memperingatkan para pimpinan terkait bagaimana karyawan, subkontraktor, dan operator pemerintah terlibat dalam penyuapan. Hal ini ia sampaikan melalui esai yang ia terbitkan di platform whistleblower Lioness pada Jumat (25/3) lalu.
Melalui esainya, Elabd juga mengatakan bahwa ia bekerja untuk Microsoft antara 1998 dan 2018, dan melakukan pengawasan terhadap “dana investasi bisnis”—pada dasarnya adalah dana gelap untuk “memperkuat kesepakatan jangka panjang” di Timur Tengah dan Afrika. Namun, ia curiga terhadap pembayaran yang tak biasa kepada mitra yang tampaknya tak memenuhi syarat. Setelah memeriksa hasil audit yang independen, dia menemukan apa yang dia yakini sebagai praktik umum: setelah menyiapkan penjualan besar, “diskon” akan dimasukkan—hanya untuk memberi selisih antara biaya pengiriman penuh dan biaya diskon, yang kemudian akan dibagi antara pembuat kesepakatan.
“Pengambil keputusan di sisi pelanggan ini akan mengirim email ke Microsoft untuk meminta diskon, yang akan diberikan, namun sebetulnya pelanggan tetap akan membayar biaya penuh. Jumlah diskon kemudian akan didistribusikan di antara pihak-pihak yang bersekongkol: karyawan Microsoft yang terlibat dalam skema, mitra, dan pengambil keputusan di entitas pembelian—seringkali pejabat pemerintah,” duga Elabd.
Elabd membeberkan sejumlah contoh transaksi mencurigakan yang dia lihat selama dua dekade bekerja untuk Microsoft di luar negeri. Dalam satu audit, Microsoft memberi Kementerian Dalam Negeri Saudi diskon $13,6 juta yang tidak pernah mencapai pintu agensi. Pada 2015, seorang pejabat Nigeria mengeluh bahwa pemerintah membayar $5,5 juta untuk lisensi “perangkat keras yang tak mereka miliki.”
Dalam contoh lain, Kementerian Pendidikan Qatar membayar $9,5 juta, selama tujuh tahun, untuk lisensi Microsoft Office dan Windows yang nyatanya tak digunakan. Auditor kemudian menemukan bahwa karyawan di agensi itu bahkan tak punya akses ke komputer.
“Kami berkomitmen untuk menjalankan bisnis dengan cara yang bertanggung jawab dan selalu mendorong siapa pun untuk melaporkan apa pun yang melanggar hukum, serta kebijakan atau standar etika kami,” pungkas Becky Lenaburg, VP di Microsoft dan wakil penasihat umum untuk kepatuhan dan etika, dikutip dari The Verge. “Kami sebelumnya telah menyelidiki tuduhan ini selama bertahun-tahun, dan berusaha mengatasinya. Kami bekerja sama dengan lembaga pemerintah untuk menyelesaikan masalah apa pun.”
Elabd mengatakan bahwa usahanya untuk memperingatkan pimpinan mengakibatkan dia dimarahi oleh satu manajer. Kemudian ketika mencoba melibatkan CEO Satya Nadella, dia diberhentikan. Setelah diberhentikan, Elabd mengaki dia membawa bukti berupa dokumen ke Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) serta Departemen Kehakiman (DoJ). Dia mengklaim DoJ menolak untuk menangani kasusnya. Menurut Protokol, SEC membatalkan kasus itu awal bulan ini karena kurangnya bukti.
“Seperti yang saya duga dalam keluhan saya kepada SEC, Microsoft melanggar Undang-Undang Praktik Korupsi Asing, dan terus melakukannya,” tulis Elabd. “Dengan menolak untuk menyelidiki tuduhan ini dan menolak bukti yang saya berikan kepada mereka, SEC dan DOJ telah memberi Microsoft lampu hijau.”