Marak Produk Berlabel ‘Halal’, BPP P3I: Boleh Kalau Sebatas Cap

Addiction.id-Jakarta. Produk berlabel halal kian marak di pasaran, khsusunya di pasar Indonesia. Di iklan pun label ini kerapkali disampaikan kepada publik. Namun, sebetulnya bagaimana pandangan pelaku industri periklanan?

Salah satu pihak agensi periklanan turut bersuara menyoal hal tersebut, yaitu CEO Hakuhodo, Irfan Ramli. Ia berpendapat bahwa iklan yang membawa label ‘halal’ itu diperbolehkan, selagi tidak mengeksploitasinya.

“Halal itu hanya sebagai label. Tapi kalau sudah mengklaim ‘kami produk satu-satunya yang halal’, itu ga boleh kalau menurut etika. Apalagi kalau label ‘halal’ ini untuk menyerang produk–produk lain. ‘Kan ga semua produk itu mampu beriklan,” kata Irfan, saat dihubungi Addiction, Minggu (17/5).

Ia mengatakan, belum lagi suatu produk harus menempuh proses sertifikasi sebelum mendapat label halal. Proses sertifikasi, lanjutnya, harus melalui lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah, dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Setahu saya, prosesnya lama dan cukup lumayan detail. Perlu pembuktian beragam macam hal. Which is, menurut saya memang harus seperti itu,” jelas lelaki ini, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I).

“Saya tidak setuju ekspoitasi halal, terutama dalam bentuk headline atau bodycopy yang menjurus untuk menjatuhkan yang lain. Selain itu, bisa saja ada produk yang belum sempat memproses sertifikasi halal. Jangan sampe pasar mereka terhalang karena headline-headline yang menyudutkan,” papar Irfan.

Ia berpendapat, alasan maraknya pelabelan halal ini karena keadaan di Indonesia bisa menguntungkan perusahaan.

“Bisa saja dekat dengan Ramadhan, jadi perusahaan mau membicarakan awareness tentang kehalalan mereka. Atau, karena dua-tiga tahun terakhir ini makin banyak orang yang berhijrah. Mereka menjadi target market baru untuk dikejar. Yang kayak gitu-gitu yang jadi faktor pelabelan halal muncul,” terangnya.

Sementara itu, lebih lanjut ia mengatakan dirinya belum pernah menggunakan label ‘halal’ sebagai headline atau bodycopy.

“Ini kan memang bergantung request klien. Tapi intinya, menurut saya memang bagus kalau sebuah produk mengurus sertifikasi halal. Tapi, hal yang paling utama itu sebenernya menonjolkan produknya sendiri, dari kualitas, keunggulan, dan benefit produk itu. Kalau halal sudah jadi mandatory, ya sudahlah. Umpamanya produk susu, makanan, dan produk lain menjadikan label halal sebagai mandatory, ya sudahlah, agensi ga usah cari headline,” tandas Irfan.

Ketua Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I Susilo Dwihatmanto pun mengakui bahwa pelabelan halal pada suatu produk dan mengiklankannya memang diperbolehkan. Dengan syarat, tidak mengeksploitasi label halal.

Ketentuan itu sebagaimana tertuang dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI) di Bagian Tata Krama poin 1.7.1, yang menyebutkan bahwa, “Iklan dilarang mengeksploitasi ritual agama dan hal-hal lain yang berhubungan dengan agama.”

Menurut tafsiran BPP dan Dewan Periklanan Indonesia (DPI), yang dimaksud dengan ‘eksploitasi’ di poin tersebut adalah tidak menjadikan ‘halal’ sebagai inti pesan iklan dari suatu produk.

“Label ini bukan berfungsi sebagai key message atau key story dari iklan itu sendiri. Misalnya, ada kasus iklan sabun, ini halal karena bla-bla-bla. Tapi kalau ada iklan kemudian di bagian akhirnya ada cap halal—kayak menunjukkan bahwa ini adalah produk halal, ini ga ada masalah,” ujar Susilo, Jumat (15/5).

Susilo mengakui bahwa produk berlabel ‘halal’ saat ini sedang laku di pasaran.

“Sempat ada kekhawatiran nantinya bakal banyak banget yang maksa pake label ‘halal’. Kalau pun halal jadi story, seperti apa rambu-rambunya. Akhirnya, kami sepakat bahwa, pokoknya, halal hanya boleh sebagai label. Sudah itu saja. Yang tidak boleh itu kalau dijadikan key message,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa ketentuan itu berlaku untuk semua produk. Ia mengaku terkejut ada produk kulkas yang membawa label.

“Itu ‘kan sebenernya agak aneh gitu ya, apa pun disebut halal gitu. Sekarang produk halal udah ke mana-mana. Tapi ya akhirnya kita sepakat, mau klaim apa pun, tapi ‘halal’-nya bukan sebagai jalan utama. Udah sesimple itu. Mau produk apa pun juga begitu,” imbuhnya.

Susilo mengatakan, jika ada yang melanggar EPI, pelaku periklanan akan ditegur dengan melayangan surat peringatan dengan batas maksismal tiga kali. Pun pihaknya akan mencantumkan para pelanggar EPI di situs resmi P3I Pusat.

“Rencananya, menu khusus pelanggaran sudah bisa digunakan akhir Mei ini. Nanti yang melanggar bisa di-list di sini. Di sini, bisa download kitab EPI juga,” pungkasnya.

(LH)